Catatan Media: Media Komunitas Radio

Written By Unknown on Sunday, January 20, 2013 | 6:55 AM


Catatan Media: Media Komunitas


JIKA Anda berkunjung ke Bandung, jangan kaget jika ada majalah bertajuk Ninety Niner's Magazine. Ya, majalah ini merupakan media cetak yang sengaja dikeluarkan oleh manajemen Radio Ninety Nineer's (99,9) yang sedang mencari pasar kawula muda di Bandung.
Sebelum majalah ini muncul, sebetulnya pihak Radio Ardan juga siap meluncurkan majalah Ardan MagTop. Namun, hingga kini kabarnya belum jelas. Padahal media itu sebetulnya perintis munculnya media perpanjangan untuk pendengar (selanjutnya disebut media komunitas).
Dalam kajian manajemen siaran radio ada selling program yang biasanya 'dijual' pihak marketing radio, di antaranya, paket program, events organizer, production house, syndication program, promotion and communications concept dan outdoor broadcasting van. Nah, media komunitas termasuk dalam paket promotion and communications consept dalam bentuk majalah.
Kini, di setiap kota besar bermunculan beberapa stasiun radio. Di Bandung saja, hingga saat ini ada sekitar 42 stasiun (FM dan AM). Dari sekian puluh stasiun beberapa sudah sangat segmented, seperti Dahlia dan Rama FM untuk komunitas dangdut, KLCBS FM untuk penggemar jazz, MQ FM khusus untuk siaran keislaman. Raka FM mengarah ke kalangan pelajar dan mahasiswa, dan lainnya. Ada juga radio gado-gado yang menyiarkan lagu dalam berbagai bahasa daerah (sampai bahasa Mandarin), yakni radio Garuda FM.
Bagaimana sih prospek media semacam ini? Jika merujuk alasan mengapa sebuah radio membuat media komunitas, setidaknya ada tiga hal.
Pertama, sering beberapa radio punya segmen pasar yang besar dan potensial. Di sini besar dan potensial merupakan modal awal. Sebab, tidak semua besar tapi potensial berkaitan dengan segmen yang disasarnya.
Sebagai contoh, sebut Radio Ardan. Dengan segmen yang jelas, media ini mampu meraup keuntungan besar dari kegiatan on air dan off air. Malah konon di media ini ada semacam waiting list terhadap para pemasang iklan. Nah, jika waiting list ini dimanfaatkan pemasangannya di media cetak seperti Ardan Magtop maka bisa dipastikan perolehan iklan majalah ini akan jelas, meskipun tetap belum pasti pemasang iklan untuk radio akan tertarik di media cetaknya.
Kedua, mencoba memanfaatkan potensi Fan's Club. Kita tahu bahwa setiap radio biasanya punya klub pendengar yang fanatismenya cukup tinggi. Nah, potensi ini bisa digarap dengan menjadikannya sebagai captive market. Bayangkan, jika sebuah radio mempunyai fan's club ratusan, bahkan ribuan maka jika diambil 10-20 persennya saja, maka konsumen media ini cukup lumayan.
Media semacam ini bagi fan's atau members merupakan media aktualisasi diri, selain sebagai relationship media. Boleh jadi para fan's inilah yang akan serta merta menjadi pelanggannya. Kita pun tahu, jika sebuah media cetak terjun bebas di pasar tidak ada jaminan akan laku. Dengan memanfaatkan kalangan member's kemungkinan pemasarannya lebih mudah.
Ketiga, kecenderungan masyarakat yang menginginkan sesuatu secara instan. Jika seseorang ngefans terhadap sebuah radio, tapi ia pun mengakrabi media cetak segmented, maka dia akan menginginkan sebuah majalah komunitas yang bisa memenuhi kebutuhannya akan informasi dunia anak muda, sekaligus tahu 'dapur' radio kesayangannya. Artinya, media komunitas tadi betul-betul merupakan sinergi dua media yang dibutuhkan. Alhasil, suatu komunitas (fan's) dari sebuah radio jika ingin mendapatkan informasi lain seperti layaknya majalah umum, maka otomatis akan memilih majalah komunitas yang instan tadi, sebab sekaligus mengetahui dinamika radio kesayangannya serta aktivitas komunitasnya.
Lantas bagaimana dengan isi dan pendekatan redaksional media komunitas ini?
Tentunya sekitar 60 persen merupakan ulasan informasi seputar kegiatan on air dan off air radio yang bersangkutan, teramsuk dinamika fan's club radio tersebut. Sementara 40% lainnya merupakan informasi umum yang lagi in, seperti gaya hidup maupun infotainment. Tentu formulasi ini sangat subjektif, tergantung dari pengelola media komunitas yang bersangkutan.
Selain itu media komunitas menjadi semacam panduan kebutuhan informasi pendengarnya. Karena sifatnya yang cukup intim, media radio betul-betul menjadi 'sahabat' pendengarnya.
Sehingga bila sang 'sahabat' ini punya saluran informasi lain maka pendengar pun akan mengikutinya. Apalagi jika radio yang bersangkutan punya andil besar membentuk fanatisme pendengarnya.
Media komunitas akhirnya merupakan suatu peluang dan tantangan bagi para pengelola radio yang punya segmen pasar tertentu. Tapi merancang media komunitas radio tentunya tak gampang, karena selain jeli melihat potensi pendengarnya, juga yang tak kalah penting daya belinya. Sebab, dalam wacana ini 'menjual' majalah komunitas tidaklah gampang. Merancang dan membuatnya (mungkin) mudah, tapi betapa sulitnya menjual media semacam ini.
Di lain pihak, potensi media ini sangat menggiurkan, yakni sebagai upaya sebuah radio melakukan diversifikasi usaha sekaligus melakukan sinergi antarmedia. Dalam kondisi seperti ini antara radio dan majalah komunitasnya akan menjadi media promosi dan penjualan yang saling terkait.
Dan bagi radio, mengembangkan media komunitas ini bukan sesuatu yang menyimpang apalagi bidang media ini masih ada kaitannya dengan core business (bisnis inti) sebuah radio, yakni bidang promosi dan komunikasi.
Nah, mengapa Anda tidak mencoba merancang dan membuat majalah komunitas ini. Dan soal peluang? Masing-masing radio pasti punya segmen pendengar yang potensial jadi captive market. (Askurifai Baksin, Pemred Priangan Pos)

0 comments:

Post a Comment